MENJELANG SAHUR .12 JULI 2013
KATA DODDY :Gila boring abis nonton TV, semua solusi
bicaranya belajar dari negara lain..dari malaysia lah, australia lah, amerika
lah..Bgmn mau dpt solusi tanpa me re solusi mindset jongkok yg ada di kepala
tuh! Masa negara sebesar ini harus tunduk dgn "mekanisme Pasar" yg di
operate sama antah berantah..Habis pd ngaku punya Tuhan tapi takutnya bukan ke
Tuhan, tapi ke Hantu...Tuhan..Hantu..Mindset kebalik balik..Rendah hati bukan
rendah diri..Percaya diri bukan percaya teori!
KATA DEVA :kalau menurut gw
pribadi Dod, berdasarkan riset gw selama ini, selama kita masih mem-pola
pikirkan diri kita untuk bisa "bersaing" dengan dunia luar, akhirnya
bahayanya begitu, kita jadi tanpa disadari ada kecenderungan mencontek
ideologi2x asing, akan
tetapi kalau kita sama-sama sudah bisa memulai dgn berpola pikir untuk berusaha
"bersanding" dengan dunia Int'l maka kita jadi lebih bisa menyadari
untuk lebih menggali sejarah & keagungan kearifan lokal kita disegala
aspek. Jadi dasarnya menurut pendapat pribadi gw kita harus berhati-hati dlm
memahami akan perbedaan kedua kata tersebut Bersaing atau Bersanding, kalau
Bersanding akhirnya bisa memicu kita untuk berkompetitif secara bijaksana,
kalau bersaing jadi lebih berkompetitif secara meng-adu. Gimana menurut elu Dod?
KATA DODDY :Bersanding itu
seharusnya..as an artist & mantan anak seni rupa mudah kita pahami
bersanding sbg syarat harmonisasi, ada perbedaan tapi mampu membuat ritme.
Persoalannya hari ini kita sbg bangsa mmg dikondisikan utk tetap terjajah. dan
skrg dgn bentuk yg
lebih sophisticated, melalui budaya, teknologi, globalisasi kita sdh teratur
berpola sbg bangsa jajahan hehe...Klu kita memahami Tradisi, alam &
kelebihan yg kita miliki sbenarnya posisi kita bukan bersaing dev, malah sbg
solusi maker..Pancasila adlh produk terhebat yg pernah dibikin oleh manusia di
akhir zaman ini. bayangkan, agama2 yg diluar sulit utk rukun, potensi konflik
melulu, di sini justru bisa "bersanding" mesra. 10% etnis dan bahasa
di bumi ini kumpulnya di Nusantara. Bisa2nya dgn konsensus 1 bahasa, kita bisa
bergaul bhkn menjadi kode bersama utk merdeka...Kita posisi harusnya sbg
alternatif pengganti peradaban. Deva
Permana
pasti bisa lihat itu krn stay di tempat pelaku peradaban yg mau tdk mau harus
mengakui sdh menjelang apkir tdk mngkin dipetahankan lebih lama..Jadi memang
utk apa kita mempertahankan adopsi yg sdh tdk ampuh lagi, bias, bhkn bertolak
belakang dgn tuntutan kemajuan? Ya khan..Apa yg gw pikirkan n coba di implementasikan
adlh: Mari kita bangkit dri keterpurukan, keluar dri labirin melelahkan dan
Percaya Diri dong dgn apa yg ada utk membuktikan Nusantara ini memang
selayaknya sbg mercusuar duni...kira2 spt itu klu menurut gw
KATA DEVA :Owh betul sekali Dod,
gw sangat setuju sekali dengan ulasan elu itu juga, gw cuma berharap,
memastikan & mudah2xan bisa jadi penggenapan aja bahwa memang betul
terkadang kita melihat diri bangsa kita masih ada kecenderungan sikap mental
terjajah, akan tetapi
gw percaya bahwa kita adlh bangsa yg cerdas & terutama berbudaya luhur
sebagai modal utamanya (yg belum tentu dimiliki bangsa di negara lain &
sudah nggak sedikit juga manusia2x yg kritis dan cermat termasuk seperti elu
sendiri & gw percaya juga termasuk kolega2x & rekan2x elu yg ada di
sekitar, tidak seperti jaman perbudakan kolonial yg dulu, jadi mudah2xan kita
tetap berjuang tapi dengan mempertahankan bahkan lebih mengembangkan lagi sikap
tegas tapi cerdas & bijaksana, soalnya kalau kurang bijak jadinya ya
seperti yang elu saksikan di TV itu apalagi TV komersil, kebayang pasti
orang2xnya punya mental bangga akan meniru budaya asing, apalagi yang sudah
mengenyam pendidikan di luar Indonesia, atau setidaknya yg lbh sering
mendapatkan akses untuk berinteraksi dgn media Informasi asing. Di sini, di
tempat gw tinggal (di Australia) apalagi Dod, tidak sedikit manusia2x Indonesia
yang "merasa" ahli2x baru, cendikiawan2x baru, tapi sifatnya spt apa
yg elu liat di TV2x tersebut, jangankan pola pikirnya, cara mereka berbahasa
aja sudah memperlihatkan..... blepotan campur aduk kalau pas kebetulan harus
berbicara bahasa Indonesia, tentunya bahasanya dicampur2x Inggris cuma karena
malas untuk menemukan bahasa Indonesia-nya, alasannya "tidak ada bahasa
Indonesianya". Dari situ gw udh bisa melihat, pola pikir & daya
pikirnya, walaupun secara fisik terlihat kaum elit, akan tetapi seperti yg gw
ceritakan di atas, sudah begitu bangga pula dan cenderung pongah, dan yang
terakhir merek2x itu dasarnya juga ujung2xnya targetnya hanya untuk nantinya
pulang kandang saja, untuk meneruskan kepongahannya tersebut di mata rakyatnya
daripada memikirkan untuk terus membantu maju berjalan ke depan
mengeksistensikan dan mensyiarkan keagungan & kearifan budaya bangsanya di
mata Internasional. Jadi kebayang "scope" atau wawasan pola pikirnya
cenderung kecil, dan parahnya mereka2x ini yg bercita2x utk setidaknya bisa
menguasai media Informasi Indonesia, baik cetak maupun elektronika.
KATA AYUSTA :Maas maf ,itu yang diatas bulan
atau bintang,saya mau nyebrang nih
KEMUDIAN ADA MOTUL…HERU…DST.
No comments:
Post a Comment